Sabtu, 09 Juni 2012

Cerpen Romantis Cinta - CUKUP SAMPAI DISINI

Misteri apa yang sebenarnya ada dalam hidup ini? Aku menerimanya tanpa mampu memecahkannya. Apa arti kehidupan sesungguhnya? aku menjalani tanpa tahu makna sebenarnya. Apa sejatinya waktu? Aku membiarkannya berlalu tanpa tahu alasannya berlalu. Dan apakah sejatinya CINTA?
Yeah, akulah gadis patah hati yang menyimpan harapan kosong. Semua orang memanggilku “Mawar”, nama pemberian orang tuaku. Mereka memberiku nama Mawar bukanlah tanpa arti. Mereka ingin aku layaknya bunga mawar yang indah dipandang mata, namun tak sembarang orang bisa memetiknya. Dengan warna merah bunganya yang melambangkan keberanian. Tapi fakta berputar haluan. Aku pernah jatuh dalam pelukan orang yang salah. Aku tak lagi setegar dulu, aku rapuh. Bahkan aku tak punyai keberanian tuk ungkap bahwa sejatinya ku masih menyayanginya.
Woy, ngelamun aja kerjanya!” Nisa mengagetkanku. Seketika, aku pun tersadar dari lamunan.
“Eh, Nis…nggak,kok. Aku cuman…” Belum sempat ku temukan alasan tepat untuk mengelak, Nisa buru-buru memotong perkataanku.
Cuman mengenang masa lalu! Iya, kan?!”
Aku hanya terdiam. Menatap matanya. Dia pun membalas tatapanku. Seakan masih menyimpan beribu tanya yang kapan pun siap menghujamku. Aku menunduk. Tak terasa telah menetes kini kristal-kristal bening dari mataku. Nisa memelukku. Pelukan hangat seorang sahabat yang ia berikan padaku.
“Sudahlah, War. Aku tahu gimana perasaanmu. Tapi bukan berarti kamu harus berlarut-larut dalam kesedihan gini, kan?! Come on Baby, get up from your dream!” Supportnya. “Masih ada aku, teman-teman, keluargamu yang juga menyayangimu.”
“Tapi, Nis. Sulit bagiku buat lupain dia!”
“Mawar, lihat aku! Mungkin aku memang belum pernah mngalami hal sepertimu, tapi aku sudah bisa tahu peranku bila aku ada diposisimu.”
“Apa?”
“Berusaha keras untuk menjauhinya, tidak mengingatnya, bahkan melupakannya.” Terangnya.
“Tapi nyatanya gak semudah itu, Nis.”
“Bisa. Semua tergantung niat.”
Suasana menjadi hening. Bahkan hembusan angin yang memainkan dedaunan pohon disamping rumah pun nyaris jelas terdengar.
“Ah sudahlah, mungkin kamu bisa menimbang kembali perkataanku. Oh, iya, aku kesini tadi cuma mau balikin komik Conan-mu ini kok. Makasih ya, ceritanya bagus.” Ucapnya seraya menyodorkan komik itu padaku. Aku menerimanya dengan sedikit senyum khas ku.
“Sama-sama.” Ucapku lirih.
“Oh, ya, coyi tadi gak sempat ngetuk pintu kamarmu. Sengaja. He,he,he,”
“Iya, gak pa-pa kok. Ah, kamu, kayak baru kenal aku aja.
Perbincangan kita hanya sampai disitu, karena Nisa keburu pamit, takut kesorean.
JJJ
Malam ini aku kembali merenung dibawah sinar bulan purnama. Masih teringat kata-kata sahabatku-Nisa-tadi siang. Apa mungkin karena memang aku tidak berniat untuk melupakannya? Tapi harus ku akui, aku memang masih selalu mengharapnya kembali.
Hmmm…
Hembus bayu malam itu, kembali menyibak tirai masa lalu, membawaku dalam kenangan kelam didalamnya.
JJJ
Dua tahun lalu, aku masih bersamanya, dia masih milikku, aku masih bahagia. Tapi sejak saat itu…saat ia t’lah temukan sosok yang lebih dariku, semuanya terenggut sudah. Angan hancur, impian musnah. Seakan nasib berbalik 180 derajat dari sudut semula.
Sore itu, alangkah terkejutnya aku saat ia berkata, “Sorry, sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini. Aku gak pengen kamu sakit hati.”
“Kenapa? Apa kamu pikir sekarang pun aku belum sakit hati?!” selorohku tak terima.
Ia diam. Entah masih mencari alasan atau bahkan sudah tak menemukan alasan lagi tuk menjawab pertanyaanku. Sejenak suasana terasa hening. Sengaja ku biarkan angin memainkan rambutku. 1 detik, 2 detik, 3 detik berlalu seiring irama detak jantung, ku masih mematung menunggu jawaban darinya. Dan pada detik ke-7 inilah …entah apa yang telah ia pikirkan dan akan ia utarakan.
“Sebelumnya ma’af, aku gak bisa lagi menyayangimu.”
Ssrrrt…seakan ada sesuatu yang tergores di dalam sini. Yah, hatiku! Serasa sebilah belati telah menyayatnya. Sejenak aku tercengang sembari berharap  ia akan merevisi ulang ucapannya barusan. Namun seketika, aku tersadar bahwa itu tak mungkin terjadi.
“Baik, aku penuhi tantanganmu. Trim’s buat semuanya.” Ouch! Apa yang telah ku katakan barusan. Bahkan hatiku bertambah miris mendengar ucapanku sendiri.

“War, aku tahu kamu pasti terluka dengan keputusan ini. Kamu boleh membenciku. Tapi sekali lagi aku mohon, ma’afkan aku.” Entah memang terpasang atau sengaja di pasang, dengan nada suara yang tenang dan raut penyesalan diwajahnya ia berkata seperti itu. Sedang aku, menatapnya lantang, seakan menantang.
“Hey,” Ku kibaskan tanganku kearahnya. “Tatap mataku, lihat! Adakah kebencian yang tersirat disana? Gak ada, kan?! Lagipula  aku gak terluka, kok. Jangan terlalu merasa dech, Yoz! Aku gak pa-pa, kok.” Ck, kemunafikan apa lagi ini? Mengaku tak terluka, sementara sudah dari tadi aku menahan bendungan air mata yang tak mungkin ku tumpahkan sekarang, di depan Yozhi.
“Ah, sudahlah! Aku  sadar, setiap awal akan menemukan akhir. Seperti halnya kita, bertemu untuk berpisah. Pertama kenal kita berteman, sekarang bubar pun ku harap kita masih bisa menjadi teman.” Terang ku.
Secepatnya ku akhiri perbincangan sore itu. Segera ku bergegas pulang meninggalkan Yozhi tanpa menoleh lagi. Langkah pertamaku beranjak, diiring serta dengan Kristal bening yang jatuh dari mataku tanpa ku pinta.
Senja itu, menjadi saksi bisu berakhirnya hubunganku dengan Yozhi, sekaligus membawa pergi cinta Yoz untukku, bersama terbenamnya sang fajar.
JJJ
Hiks, hiks, hiks.
Tanpa terasa basah kembali pipi ini, setelah terputar ulang history of loveku bersama Yoz. Ku ambil pulpen dari kotak pensilku. Ku buka lembar diary yang masih kosong.
Dengan segenap perasaan kacau, ku coba mengukir kata tuk lukiskan perasaanku. Kata demi kata ku rangkai. Sesekali ku mainkan pulpen dengan memutar-mutarnya, mencari kata yang tepat tuk puisi amatir ku ini.
Yeah…akhirnya selesai juga karya amatirku ini. Meskipun amatir, setidaknya dapatlah mengurangi beban ku karena Yoz.
Tlah pergi sosok itu
Jauh nian ia melangkah
Pergilah dengan sejuta kenangan
Enyahlah dari hidupku
Dan bawa semua tipuan cinta
Yang pernah kau beri padaku
Oh, akhirnya…
Berujung sudah permainan sandiwara ini
Ikhlas kini ku lepas jantung hati
Ku yakin tuk melangkah lagi
Tanpa sesal dan emosi
Kan ku curah dalam pekat malam
Tentang pergimu ke lain hati
Duka yang dulu bersarang
Hingga kini lekat tersimpan
Ingin rasanya ku tahan
Rindu yang menggebu
Harap ku bisa tuk hapus kenangan lalu
Nan ku buka lembaran baru
Seuntai kata dariku
“Terimakasih” atas segala luka
“Terimakasih” atas semua dampa
Kini, tak ku biarkan tersisa torehan luka
Kelak jejakmu kan terhapus
Bersama bahagia…
Begitulah…
Ku tutup diary itu, ku taruh di tempat semula. Dari sini seolah ku mendapat kekuatan lagi, karena ku lega setelah mencurahkan segala isi hatiku pada karya amatirku itu. Kekuatan tuk tetap tegar dalam menjalani hidup ini. Sendiri. Untuk saat ini.
Karena ku yakin, suatu nanti ‘kan datang seorang yang mengulurkan tangannya dan membantuku bangkit dari kesendirianku selama ini, dan hanya untukku.
Nisa benar, harus ada niat.
“Cukup sampai disini bayangmu menyiksaku, Yoz. Biarkan aku bebas dari belenggu cinta semu-mu selama ini. Aku bukan orang munafik yang mau memendam perasaanku. Ku akui, aku masih menyayangimu. Sayangnya, telingamu terlalu tuli ‘tuk mendengarnya, dan perasaanmu tidaklah peka untuk merasakannya.”
Malam ini, ku pejamkan mata menuju mimpi tanpa sesal dan emosi. Tak lupa ku berdoa, berharap semoga esok akan lebih baik. Dan mentari pagi ‘kan menyapaku dengan senyum hangatnya, menyumbangkan sedikit energinya untukku lebih kuat dari yang sudah-sudah saat berpapasan dengan Yoz esok pagi di sekolah.
Hmmmp…

SELESAI.